Kamis, 23 Mei 2013

MENGANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM LARANGAN EKSPOR BAHAN BAKU ROTAN DI INDONESIA


TUGAS PAPER
“MENGANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM LARANGAN EKSPOR BAHAN BAKU ROTAN DI INDONESIA”
Paper Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Perekonomian Negara
Dosen Pengampu: Wijianto, S.Pd, M.Sc

 










Disusun oleh:

Muhammad Sidiq Efendi
K6411038

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Ekspor merupakan proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar biasanya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional
Kebijakan ekspor pada awalnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh sumber daya yang ada di dalam negeri serta untuk mengeratkan hubungan dengan negara lain. Kemudian berkembang menjadi alat untuk menunjukkan eksistensi negara di dunia internasional. Selain itu, kebijakan ekspor juga dapat menjadi media transfer kebudayaan dan teknologi.
Kebijakan ekspor sangat penting karena selain fungsi utamanya untuk memenuhi kebutuhan suatu negara, tetapi juga berpengaruh terhadap roda perekonomian dalam negeri. Pemerintah harus melihat keadaan perekonomian dalam negeri, merencanakan dan mempersiapkan serta menganalisis dampak dari kebijakan yang akan dibuat. Kesiapan pelaku perekonomian dalam negeri terkait kebijakan ekspor harus menjadi perhatian, agar kebijakan tersebut benar-benar memberikan energi positif bagi perekonomian dalam negeri.
Namun tidak semua barang dapat di ekspor secara bebas, hal ini karena menimbangkan beberapa aspek yang terkait didalamnya, misalnya aspek ekonomis, aspek kegunaan dan aspek kebutuhan. Sekitar dua tahun lalu, tepatnya tanggal 1 desember 2011, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan secara resmi akhirnya mengeluarkan kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan. Larangan ini bertujuan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan industri berbahan baku rotan di dalam negeri.
Gita Irawan Wirjawan selaku Menteri Perdagangan  menuturkan bahwa alasan mendasar dari dikeluarkannya kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan ini, yaitu untuk menjaga kelestarian sumber daya rotan dan hutan di Indonesia. Selain itu untuk meningkatkan utilisasi industri dan ekspor produk rotan, serta untuk mencegah terjadinya penyelundupan akibat masih diperbolehkannya ekspor jenis-jenis rotan tertentu.
BAB II
PEMBAHASAN
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan akhirnya resmi mengeluarkan larangan ekspor bahan baku rotan. Larangan ekspor bahan baku rotan ini mulai berlaku awal November 2011. Larangan bertujuan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan industri berbahan baku rotan di dalam negeri.
"Kami menutup ekspor bahan baku rotan dengan keyakinan akan terjadi penyerapan oleh industri di dalam negeri. Selain itu, pembangunan sentra produksi ke depan tidak hanya difokuskan di pulau Jawa tetapi akan dikembangkan di seluruh Indonesia," kata Menteri Perdagangan, Gita Irawan Wirjawan, dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews.com, Kamis, 1 Desember 2011. "Dan tak kalah pentingnya, peningkatan usaha untuk terjadinya alih teknologi dari luar yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas produk melalui pengembangan desain." imbuhnya.
Aturan itu dikeluarkan setelah mendengar masukan beberapa kementerian terkait seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Kehutanan, dan para gubernur. Beberapa pihak merekomendasikan dalam proses produksi rotan turut memperhatikan aspek penyelamatan lingkungan dan adanya jaminan penyerapan rotan dari industri dalam negeri. Rekomendasi tersebut meminta Indonesia dalam proses produksi rotan turut memperhatikan aspek penyelamatan lingkungan dan adanya jaminan penyerapan rotan dari industri dalam negeri.
Menteri Perdagangan menuturkan bahwa beberapa waktu yang lalu pemerintah telah melakukan kebijakan pengetatan ekspor melalui eksportir terdaftar, penetapan kuota ekspor, jenis dan ukuran yang dapat diekspor, serta pengenaan bea keluar. Namun, kebijakan tersebut ternyata belum dapat mendorong laju pertumbuhan industri rotan di dalam negeri, agar kembali pulih seperti di waktu yang lalu. Hingga akhirnya pemerintah menganggap perlu untuk mengeluarkan kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan. Dengan adanya larangan ekspor bahan baku rotan ini diharapkan produksi rotan dalam negeri dapat terserap oleh pasar domestik, sehingga industri produk rotan dalam negeri mampu bersaing dengan industri pasar global.

Gita menuturkan bahwa, alasan mendasar dari dikeluarkannya kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan ini antara lain adalah:
Ø  untuk menjaga ambang lestari sumber daya rotan dan hutan
Ø  untuk meningkatkan utilisasi industri dan ekspor produk rotan
Ø  untuk menumbuhkan industri lokal dalam negeri
Ø  untuk mencegah terjadinya penyelundupan akibat masih diperbolehkannya ekspor jenis-jenis rotan tertentu

INDUSTRI OLAHAN ROTAN SEMAKIN TERPURUK

Industri pengolah rotan mengalami keterpurukan dalam beberapa tahun terakhir seiring adanya kebijakan pembukaan ekspor rotan dari hutan Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat telah terjadi penurunan kinerja ekspor industri mebel dan kerajinan rotan yang cukup signifikan sejak diberlakukan buka tutup ekspor rotan sejak tahun 2005.
Pada tahun 2006, kinerja ekspor kerajinan rotan mencapai U$$344 juta, namun pada tahun 2007 turun menjadi US$319 juta. Pada tahun 2008, ekspor kerajinan rotan turun lagi menjadi US$239 juta, dan kemudian pada tahun 2009 serta 2010 juga melemah masing-masing menjadi US$168 juta dan US$138 juta.
Yayasan Rotan Indonesia membeberkan data bahwa rata-rata sebelum tahun 2005, jumlah produksi industri kerajinan dari bahan rotan ini mencapai 81,9 ribu ton rotan. Namun, pada tahun 2006 jumlah produksi menurun menjadi 76,2 ribu ton.
Sebagai contoh, di sentra kerajinan rotan Cirebon, rata-rata ekspor mebel rotan sebelum tahun 2005 mencapai 3.000 kontainer per bulan. Sementara itu, pada tahun 2009 maksimal hanya 1.000 kontainer. Dan bahkan saat musim paceklik hanya 600 kontainer.
Data statistik Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) menyebutkan bahwa nilai ekspor produk keranjang rotan dan sejenisnya turun dari US$27,04 juta pada tahun 2007 menjadi US$19,22 juta pada tahun 2008. Selanjutnya, nilai ekspor kursi dan perabot rumah tangga rotan juga merosot dari US$155,16 juta pada tahun 2007 menjadi US$106,06 juta pada tahun 2008.
Ini mengakibatkan banyak perusahaan-perusahaan pengolahan rotan yang gulung tikar dan bertumbangan satu per satu. Pada tahun 2007 masih terdapat 614 unit usaha pengolahan rotan, akan tetapi pada tahun 2008 hanya tinggal 234 unit usaha. Data Asmindo juga memperlihatkan, sebanyak 250 ribu petani rotan di Sulawesi Tengah beralih profesi menjadi penambang emas atau petani kakao karena harga rotan yang sudah tidak menjanjikan lagi.
INDONESIA PRODUSEN ROTAN TERBESAR DI DUNIA
Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) menyatakan Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia. Sekitar 85 persen bahan baku rotan dihasilkan oleh Indonesia. Pada 2010 AMKRI merilis luas areal hutan rotan Indonesia tinggal 1,34 juta hektare dengan jatah tebang tahunan (annual allowable cut/AAC) sebanyak 210.064 ton rotan kering per tahun. Hutan ini tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Papua.  Sementara itu, luas rotan budidaya hanya sekitar 48.000 hektare.
Bila eksploitasi rotan hanya boleh 60 persen AAC, maka ketersediaan bahan baku rotan di dalam negeri hanya sekitar 126.000 ton rotan kering. Rotan itu sebagian diekspor dalam bentuk asalan dan rotan setengah jadi, seperti rotan poles, core, fitrit, dan kulit.
Ekspor bahan baku rotan pada tahun 2010 mencapai 32.845 ton dengan nilai US$32,35 juta atau sekitar Rp. 290 miliar. Data ini sedikit berbeda dengan Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI). Asosiasi yang menolak kebijakan penutupan ekspor rotan ini menyatakan  potensi produksi rotan Indonesia mencapai 696.000 ton per tahun. Jika ekspor rotan ditutup, akan menghilangkan potensi ekspor US$1,4 miliar dan mematikan lima juta pemungut dan pengusaha rotan setengah jadi.
Pada kenyataannya, potensi rotan di hutan sudah semakin menurun. Rotan di hutan sulit dijangkau, sehingga penghasil bahan baku pun sulit mendapatkan rotan. Akibatnya, harga rotan menjadi mahal. Rotan berkualitas baik umumnya ditujukan untuk pasar luar negeri, sedangkan industri lokal hanya memperoleh rotan dengan kualitas rendah dengan harga yang juga mahal.
AMKRI menduga, telah terjadi penyelundupan bahan baku rotan secara besar-besaran, sehingga data-data ini hanya mencerminkan lima persen ekspor rotan Indonesia, sedangkan 95 persen sisanya diekspor tanpa tercatat. Menurut data AMKRI, pada tahun 1986, ketika ekspor rotan dilarang, maka industri pengolahan rotan nasional berkembang pesat dan ekspornya meningkat hingga US$370 juta pada tahun 2005. Kemudian, akibat kebijakan buka-tutup ekspor rotan, maka industri dalam negeri terpuruk dan ekspornya turun tinggal US$138 juta pada 2010.
Badan Pusat Statistik juga mencatat penurunan kinerja ekspor industri mebel dan kerajinan rotan. Dimulai pada tahun 2006, kinerja sektor ini mencapai US$344 juta, kemudian pada tahun 2007 turun menjadi US$319 juta. Selanjutnya, pada tahun 2008 turun lagi menjadi US$239 juta dan pada tahun 2009 serta tahun 2010 masing-masing turun menjadi US$168 juta dan US$138 juta. Sementara itu, pada Juni 2011, ekspor turun menjadi US$57 juta.
EKSPOR ROTAN MENTAH
Sebelumnya pemerintah telah menerapkan kebijakan untuk membuka dan menutup ekspor rotan melalui pemberlakuan larangan ekspor rotan mulai 1989 hingga 1999 dan larangan yang kedua dikeluarkan pada Mei 2004 sampai Juni 2005.
Sedangkan kebijakan untuk memperbolehkan ekspor rotan dilakukan pertama sejak 1999 sampai dengan 2004, dan kedua pada 2005 hingga sekarang. Kebijakan membuka dan menutup ekspor rotan yang telah dilakukan pemerintah ternyata belum mampu untuk mengembangkan industri pengolahan yang berbahan baku rotan. Beberapa faktor penyebabnya antara lain:
1.      Diperbolehkannya ekspor rotan mengakibatkan eksploitasi pengambilan rotan. Sehingga mengancam kelestarian bahan baku rotan.
2.      Diperbolehkannya ekspor rotan dapat mengakibatkan industri dalam negeri kesulitan untuk mendapatkan akses suplai bahan baku rotan di dalam negeri.
3.      Industri yang berbahan baku rotan di luar negeri memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif (diluar aspek bahan baku). Seperti akses permodalan dengan bunga rendah, fasilitas infrastruktur yang memadai, menggunakan desain yang modern, sistem produksi yang efisien, menggunakan teknologi yang baik dan kepercayaan konsumen untuk membeli produk yang berbahan rotan dari negara pesaing Indonesia.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan industri pengolahan rotan di dalam negeri dapat kembali bangkit dan bersaing lebih baik di pasar internasional, sehingga akan memperbaiki taraf hidup para pelaku industri kecil, menengah maupun para petani atau pengumpul rotan di sentra-sentra produksi.
Sebagai informasi, Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia. Sekitar 85 persen konsumsi rotan dunia dipasok dari Indonesia. Di Indonesia terdapat delapan marga rotan yang terdiri dari sekitar 306 jenis, namun yang biasa dimanfaatkan ada 51 jenis.
Menurut data dari Kementerian Kehutanan hasil penelitian dari  International Tropical Timber Organisation (ITTO), rotan yang dapat diproduksi lestari adalah sebesar 530.000 ton rotan mentah dan kemudian dikonversi dalam rotan kering menjadi 2,5 berbanding satu kilogram rotan kering. Sehingga jumlahnya menjadi 210.000 ton. Kemudian menjadi rotan asalan sebesar 126.000 ton, dan dari rotan asalan menjadi rotan setengah jadi (50 persen) sebesar 63.000 ton.
Dari jumlah tersebut, rotan setengah jadi rata-rata diekspor sebesar 33.000 ton dan sisanya sebesar 30.000 ton dipakai untuk pasokan kebutuhan industri barang jadi rotan dan furnitur rotan dalam negeri. Utilisasi industri dalam negeri sekarang tinggal sebesar 30 persen karena adanya ekspor. Sehingga pasar industri berbahan baku rotan dipasok oleh pesaing yang mendapatkan bahan baku rotan dari Indonesia.
Kebutuhan bahan baku rotan untuk pasokan dalam negeri membutuhkan jumlah sebesar 62.921 ton dengan perincian 60 persen rotan murni dan 40 persen rotan kombinasi atau sama dengan satu ton mebel rotan sama dengan 1,2 ton rotan bahan baku. Bahan baku untuk mebel rotan kombinasi sebesar 30 persen, dan anyaman 10 persen.
PAKET KEBIJAKAN
Gita Wirjawan menjelaskan, ada beberapa langkah kebijakan yang perlu dilakukan untuk meminimalisir dampak dari pelarangan ekspor bahan baku rotan. Yaitu dengan melakukan berbagai kebijakan dan rencana aksi yang dapat dilihat dari berbagai aspek.
v  Aspek perindustrian
1.      Menjamin ketersediaan bahan baku rotan untuk kepentingan industri dalam negeri.
2.      Meminimalisir dampak langsung kepada petani atau pengumpul rotan sehingga semua rotan yang dihasilkan dari hutan alam dan hasil budi daya dapat diserap oleh industri di dalam negeri.
3.      Menyiapkan roadmap (peta panduan) pengembangan industri dalam negeri yang realistis dan dapat segera diaplikasikan.
4.      Menyiapan SDM yang memiliki keahlian dalam pengolahan bahan baku rotan.
5.      Melakukan promosi bersama-sama kementerian terkait untuk peningkatan penggunaan produk dari bahan baku rotan di dalam negeri.
v  Aspek kehutanan
1.      Adanya dukungan kebijakan yang nyata agar petani atau pengumpul rotan tidak berpindah kepada usaha tanaman lain ataupun sektor lain. Sehingga petani atau pengumpul tetap memungut rotan guna pasokan kepada industri di dalam negeri.
2.      Adanya dukungan kebijakan untuk menjaga ekosistem rotan, agar rotan tidak punah oleh adanya eksploitasi sumberdaya rotan yang berlebihan atau adanya keengganan petani atau pengumpul untuk memungut rotan.
v  Aspek perdagangan
1.      Peraturan Menteri Perdagangan yang menetapkan rotan masuk ke dalam sistem resi gudang. Serta rotan yang masuk dalam resi gudang akan mendapat subsidi pemerintah untuk bunga bank.
2.      Penyiapan gudang untuk penampungan rotan dalam sistem resi gudang.
3.      Penerapan standar mutu bahan baku rotan yang di pasarkan di dalam negeri.
4.      Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengangkutan Rotan Antar Pulau untuk mencegah terjadinya penyelundupan rotan dan menjaga ketersediaan bahan baku industri barang jadi rotan di dalam negeri.
Dari aspek-aspek tersebut, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan secara bersama-sama, langkah-langkah tersebut antara lain:
1.      Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ekspor Rotan yang mencakup larangan ekspor rotan asalan, rotan mentah, dan rotan setengah jadi.
2.      Peraturan Menteri Perdagangan tentang pengangkutan rotan antar pulau.
3.      Peraturan Menteri Perdagangan tentang barang yang dapat disimpan di gudang dalam penyelenggaraan sistem resi gudang.
4.      Peraturan Menteri Perindustrian tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 119/M-Ind/Per/10/2009 tentang peta panduan (Roadmap)  pengembangan klaster industri furnitur (terutama furnitur rotan).
5.      Peraturan Menteri Kehutanan tentang penetapan rencana produksi rotan lestari secara nasional periode 2012 yang berasal dari pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu rotan yang dibebani IUPHHBK atau IPHHBK yang sah.
EKSPOR ROTAN DILARANG, INDUSTRI LOKAL MEMBAIK
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan akhirnya resmi mengeluarkan larangan ekspor bahan baku rotan.  Kebijakan itu justru membuat Menteri Perindustrian MS Hidayat bertekad untuk mengembalikan kejayaan industri berbasis rotan asal Indonesia. Ini merupakan kepentingan nasional, industri rotan yang dulu pernah mengalami kejayaan, dan sekarang harus berjaya kembali.
Ia menjelaskan, sekitar 85 persen bahan baku rotan ada di Indonesia. Untuk itu, sudah semestinya pemerintah membuat industri rotan bangkit kembali. Hal ini bukan hanya untuk kepentingan pengusaha, tapi bisa menjadi kebanggaan bagi masyarakat Indonesia.

REFERENSI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar